Dari sejak SMA saya ingin sekali menjadi
guru. Terutama guru TK atau guru SD. Keliatannya menyenangkan menjadi guru.
Semua itu berawal dari kekaguman saya akan sosok guru TK saya yang cantik,
ramah dan disukai anak-anak. Kalau beliau datang ke sekolah anak-anak selalu berlari
menyambutnya. Beliau juga pandai bernyanyi dan bercerita. Selain itu juga ada
guru Bahasa Inggris saya ketika SMP. Gurunya baik sekali, tidak pernah marah
dan penyabar. Beliau sangat pintar. Apapun yang kami tanyakan beliau bisa menjawabnya.
Kami menganggapnya seperti kamus pintar berjalan. Bicaranya dan sikapnya sangat
berwibawa sehingga anak-anak dan orang di sekitarnya sangat menghormatinya
Dan sejak itulah saya bercita-cita menjadi
guru. Dan banyak anak-anak lainnya yang bercita-cita sama seperti saya.
Setelah menjadi guru, saya menyadari bahwa menjadi guru itu
tidaklah mudah. Mudah jika semua murid saya anak yang baik-baik dan pintar
semua. Mudah jika semua murid saya adalah murid yang penurut semua. Masalahnya,
setiap tahun saya selalu mendapatkan murid yang beragam. Ada yang super aktif,
ada yang super sensitif, ceria, banyak bicara, pemarah, pemalu, tidak mau diam,
susah kosentrasi dengan segudang permasalahan yang mereka bawa ke sekolah. Dari anak dengan latar belakang
keluarga baik-baik sampai anak broken home dan single parents.
Kelas yang saya bayangkan dari kecil
adalah guru yang berdiri di depan anak-anak yang duduk manis mendengarkan, guru
bercerita dikelilingi anak-anak, suasana belajar yang tenang dimana siswa
bertanya dengan antusias.
Tapi bayangan itu langsung buyar
seketika. Kelas saya sangat jauh berbeda. Setiap hari ada saja masalah yang
terjadi di kelas saya. Ada yang anak yang dipukul temannya sampai benjol, anak
yang selalu menangis kalau tidak bisa mengerjakan tugas, anak laki-laki yang
berkelahi dengan kakak kelasnya, anak yang selalu membantah dan ngeyel kalau
kita beritahu, anak jatuh dari ayunan sampai bibirnya berdarah, dan kabel printer pun tak luput menjadi
korban “keisengan “anak-anak
Masuk ke kelas saya, bagaikan masuk ke
arena perang dan pulang dalam keadaan “babak belur’. Yah, begitulah yang setiap
hari saya jalani.
Sampai akhirnya saya merasa lelah dan bendera putihpun saya kibarkan. Saya
menyerah! Mungkin saya bukan guru yang baik. Saya gagal mendidik mereka.
Ternyata benar kata orang tua saya. Menjadi guru adalah salah satu pekerjaan
terberat. Mengajar dari pagi sampai sore, pulang bawa kerjaan setumpuk soal
yang belum di periksa, belum buat rencana kegiatan harian, mingguan, bulanan
dan lain sebagainya, menyiapkan bahan ajar buat keesokan harinya, belum lagi
menghadapi anak-anak, orang tua dengan segala tuntutannya. Membuat siswa duduk
diam memang mudah tapi bagaimana membuat mereka senang belajar dan merubah
sikap dan perilaku siswa menjadi lebih baik itulah yang susah. Pekerjaan guru
adalah pekerjaan terberat . Sudah gaji pas-pasan tapi beban kerjanya sangat
tinggi.
Sudah curhatnya? Trus? Berhenti jadi guru begitu saja?
Belum selesai ceritanya.... Memang saya sempat menyerah tapi akhirnya saya kembali dan masuk arena peperangan lagi dengan merubah pandangan baru : Pekerjaan guru bukan persoalan memeriksa lembar jawaban, mengajar di depan anak-anak, guru harus lebih pintar, harus berprilaku baik, berwibawa, sabar, penyayang, tegas dan sifat-sifat malaikat lainnya. Saya adalah guru yang juga manusia. Saya kadang bisa capek, saya bisa merasa marah, kesal atau bahkan saya bisa merasa malas. Saya kembali menjadi teman dan ibu bagi mereka. Saya ikut bermain dengan mereka, saya ikut belajar bersama mereka, saya tidak menuntut mereka, saya biarkan mereka menjadi dirinya sendiri, saya biarkan mereka menyukai mata pelajaran tertentu tanpa harus mengusai semuanya, saya banyak memberi reward daripada menghukum mereka. Saya lebih fokus pada kelebihan dan potensi mereka bukan kekurangan mereka.
Dan itu membuat saya lebih rileks dan menyukai pekerjaan saya. Dan ketika anak-anak semakin memperlihatkan kemajuan ada rasa kepuasan tersendiri bagi saya. Dan ketika mereka naik kelas, banyak surat "cinta" mendarat di meja saya yang membuat saya berurai air mata. Mereka mengatakan bahwa mereka ingin saya menjadi guru mereka lagi dan tidak akan melupakan saya.
I love my job! Gaji pas-pasan? Sudah...Nikmati saja.
SELAMAT HARI GURU!
By : Lelia Wuryandari S,Pd
SELAMAT HARI GURU!
By : Lelia Wuryandari S,Pd